Agar Tak Hanya Jago Kandang




Agar Tak Hanya Jago Kandang



Istilah jago kandang, lebih akrab didengar dalam dunia olahraga sepakbola. Tim sepakbola yang biasa menang di kandang dan sering kalah ketika tandang di sebut dengan “jago kandang”. Karena dukungan supporter dan faktor kepercayaan diri tinggi, mereka lebih sering menang di kandang sendiri daripada menang di kandang lawan.Istilah “jago kandang” bisa dinisbatkan pada keadaan apapun selain pertandingan olahraga.Kalau dalam sepakbola kita sering mendapati lebih banyak tim yang jago kandang daripada yang jago tandang, maka pada realitas yang lain belum tentu, malah justru berkebalikan.
Misalkan urusan jago-jagoan tersebut dihubungkan dengan rumah tangga. Kebanyakan malah, mereka tidak jago selama di kandang dan justru jagonya ketika tandang. Kandang maksudnya rumah tangga dan tandang adalah lingkungan luar tempat mereka bersosialisasi.
Kebanyakan kita sukses nuturi orang lain namun gagal menuturi keluarga sendiri. Banyak mereka yang sukses ketika menjadi pemimpin di perusahaan, namun gagal dalam memimpin rumah tangga. Wanita-wanita karir, mereka berhasil menjadi seorang sekretaris, front office, PR atau yang lainnya tapi gagal ketika menjadi istri bagi suami dan ibu bagi anak-anaknya. Dengan segala kecerdasan emosinya, senyumannya, juga dandanan menariknya mereka mampu merebut hati customer dan pimpinannya. Mereka sempurna menutup sifat-sifat jeleknya. Tapi situasi paradoksal terjadi ketika mereka beraksi di kandang sendiri. Kepada suami atau istri, tak punya daya tarik, enggan bercerdas-cerdas emosi, enggan tersenyum, susah memperhalus budi.
Di kantor, kalau ada customer komplain disikapi dengan ramah seakan-akan ia terlahir sebagai manusia yang tak punya sifat marah. Dimarahi kayak apa kita tetap tenang dan super melayani. Kita seperti mempunyai kekuatan mental yang berlapis-lapis. Runtuh satu, masih ada yang lain. Bandingkan ketika di rumah, kita tiba-tiba menjadi pemain yang amat lemah. Gampang marah, gampang menyalahkan, cara bicaranya tidak pernah ramah.
Contoh jago tandang yang lain. Seorang karyawan berpikir harus selalu ada yang baru di perusahaannya, target setiap tahun selalu dinaikkan baik kualitas maupun kuantitas. Tapi lihat ketika di rumah. Keadaan kemarin dan saat ini tak ada yang berubah. Kalaupun berubah, tidak menggembirakan, karena semakin buruk. Dalam bekerja, otak diperas habis-habisan untuk menghasilkan ide dan gagasan yang inovatif. Bandingkan saat di rumah, apakah ada waktu berpikir inovatif ?, berpikir keras untuk mengemas keadaan atau kata-kata motivasi untuk anak agar mau sholat, mau membaca Al-Qur’an, mau belajar, mau mematikan TV. Ah, tidak ada. Dari kemarin sampai saat ini caranya tetap sama, kalimat perintahnya itu-itu saja, “ayo dek…belajar”, sambil menyampaikannya setengah hati dari depan televisi.
Diantara pribadi-pribadi yang jago tandang, bukan tak menyadari bahwa di rumah tangga mereka ada yang harus diperbaiki. Persoalannya, mengelola rumah tangga bukanlah hal mudah, apalagi jika kita mempunyai ukuran yang ideal yaitu menjadikan rumah tangga sebagai “madrasah Islam” bagi para penghuninya. Seorang pengusaha di Bandung waktu itu pernah berseloroh, memimpin 1.000 perusahaan itu lebih mudah daripada memimpin 1 rumah tangga. Yang dikatakan si pengusaha hanya penggambaran saja. Dia tak punya perusahaan sampai seribu. Pengusaha tersebut bermaksud menyampaikan bahwa memimpin rumah tangga itu tidak bisa dipandang sebelah mata.
Dalam rumah tangga tak ada aturan formal dan fungsi struktural kaku sebagaimana perusahaan. Rumah tangga dibangun dengan kebersamaan. Perjalanannya dibingkai oleh cinta dan kasih sayang. Harapan masing-masing orang pada pasangannya tidak cukup hanya pada sikap baik yang nampak. Ada tuntutan yang lebih tinggi berkaitan ketulusan dibalik sikap baik itu. Karena rumah tangga sangat beda dengan perusahaan, tak mungkin pula kita dengan mudahnya menegur, memberi sanksi, atau memecat anggota keluarga dan mengganti dengan anggota yang lain.
Karenanya, yang dibutuhkan dalam rumah tangga adalah konsistensi dan integritas (kesesuaian ucapan). Berbeda ketika di luar, di lingkungan kantor misalnya, kita bisa menutup-nutupi “asli”nya kita dan orang hanya melihat sikap positif kita. Orang lain jadi apresiatif dan gampang kita pengaruhi. Karenanya seperti kata pengusaha tadi, mengelola 1000 perusahaan jadinya lebih mudah. Berbeda dengan di rumah, semua penghuninya tahu sekali luar dalam diri kita. Mulai dari cara tidur kita, kesukaan bahkan hal negatif yang biasa kita lakukan.
Seorang penceramah misalnya menyuruh para jamaah untuk mencintai sedekah. Para jamaah mudah mengikuti ucapannya. Dalam keluarga sang penceramah, keadaannya bisa berbeda. Ucapan sang penceramah tak menyentuh sama sekali kepada keluarganya lantaran tahu sang penceramah tidak pernah menampakkan bahwa ia adalah orang yang cinta sedekah. Demikian pentingnya sebuah konsistensi dan integritas bagi siapapun yang mengharapkan kesuksesan mengelola rumah tangga.
Konsistensi dan integritas adalah kata lain dari ketulusan berbuat. Sedangkan ketulusan atau keikhlasan itu bergantung tingkat kepahaman seseorang terhadap agamanya. Makin yakin ia bahwa rumah tangga adalah amanah berharga dari Alloh, yang konsekuensinya tidak hanya di dunia tapi berkaitan Surga dan Neraka, maka keikhlasannya dalam berbuat akan menghasilkan konsistensi dan integritas yang semakin tinggi.
Belajarlah dari Rosul, memimpin negara beliau sukses, memimpin agama beliau sukses, lebih-lebih memimpin rumah tangga, beliau sangat sukses. Lihatlah bagaimana Aisyah RA mengenang kesuksesan sang suami tercinta, baginda Rosululloh Muhammad saw. Setelah Rosululloh SAW meninggal dunia, ada beberapa orang sahabat menemui Aisyah memintanya agar menceritakan perilaku Rosululloh di rumah. Aisyah sesaat tidak menjawab permintaan itu. Air matanya berderai, kemudian dengan nafas panjang ia berkata: “Kaana Kullu Amrihi Ajaba…Aah, semua perilakunya begitu indah”
Suatu saat tak inginkah kita dikenang sebagai pribadi sukses memimpin rumah tangga? Bukan cuma dilihat sebagai sosok si jago tandang? Ketika kelak anda sudah meninggal, suami atau istri anda ditanya oleh tetangga perihal diri anda, ia menjawab dengan raut penuh kenang, “Aah, semua perilakunya begitu indah” .

www.nurulhayat.org

0 komentar:

Posting Komentar