Bahayanya Berada di Titik Kenyamanan


Bahayanya Berada di Titik Kenyamanan


Ada pesan yang sangat pas untuk kita yang kini sedang merasakan titik kenyamanan (comfort zone) di pekerjaan. Misalnya merasa gaji kita sudah mencukupi, rekan kerja menyenangkan, lingkungan kerja nyaman, dan manajemen / atasan di tempat kita juga sangat bersahabat. Pesan itu mengatakan begini: “Walaupun Anda telah berada di tempat yang tepat, tapi kalau Anda diam saja, maka suatu saat nanti Anda akan sampai di tempat yang salah.”
Pada prakteknya, ternyata sudah banyak bukti yang membenarkan pesan itu. Misalnya ada orang yang semula dekat dengan lingkaran kekuasaan / pengambil keputusan di perusahaan. Karena dia hanya diam saja, akhirnya kekuasaan itu berpikir untuk mendatangkan orang baru yang dipandang lebih kompeten, lebih memenuhi tuntutan perkembangan usaha. Tergeserlah posisinya. Banyak pendatang muda yang lebih enerjik, lebih kompeten, dan lebih loyal.
Jadi, kalau mau bicara hakekat, comfort zone itu hakekatnya tidak ada. Karenanya sering disebut kenyamanan semu. Itulah sebabnya, mau kita saat ini di tempat yang nyaman atau tidak, akan membahayakan kita jika tidak ada agenda perubahan yang kita lakukan. Bagaimana agar agenda perubahan itu terus  menyala?
Ada konsep pembelajaran yang bisa dijadikan pedoman. Konsep itu mengajarkan kita untuk menggunakan ketidakpuasan. Ketidakpuasan itu bisa membuat hidup kita semakin bagus atau sebaliknya, tergantung apakah kita yang menggunakan atau yang digunakan (victim). Digunakan untuk apa? Ketidakpuasan itu bisa kita gunakan untuk mendorong menculnya keinginan berubah.
Berubahnya kemana? Berubahnya kita perlu mendapatkan panduan dari visi atau bentuk perbaikan yang ingin kita raih. Sebisa mungkin kita usahakan yang SMART (Specific, Measurable, Attainable, Relevant, dan Time). Tentu, tidak cukup sampai di sini. Yang kita butuhkan pada akhirnya adalah tindakan dalam bentuk tiga hal, yaitu: learn more (terus belajar), do more (terus berbuat sesuatu yang nilainya lebih banyak), dan achieve more (terus berprestasi)

Itulah yang disebut dengan perubahan diri terarah. Intinya, perubahan itu memiliki prinsip yang berlaku di seluruh dunia dan sepanjang zaman, seperti kata Gandhi: “Jika kita ingin melihat perubahan pada diri kita, maka kitalah yang harus menginisiatifkan perubahan itu terlebih dulu”. Orang lain, keadaan, dan Tuhan juga akan mendukung. Semoga bermanfaat.


0 komentar:

Posting Komentar