Menjebol Karang Keras


Anak yang sangat amat nakal, begitulah kesan Bunda saat pertama kali bertemu denganmu. Betapa tidak, baru kali ini Bunda mendapati anak baru di Panti Asuhan kita yang amat susah dikendalikan seperti dirimu, ugal-ugalan dan kerap berkata kasar. Namun saat Bunda menengok kembali masa lalumu sebelum bergabung dengan Panti Asuhan ini, Bunda jadi mahfum. Konon, kau tinggal di dekat pelabuhan, tak jarang kau berkeliaran di kapal-kapal, bahkan Bunda dengar kau pun kerap tidur malam di warung-warung. Ah, rupanya dari sanalah segala perbendaharaan akhlak dan kata-kata kasar itu kau dapatkan, pantas saja…
Sewaktu kita pertama kali berkenalan, tak henti-hentinya kau mengganggu Bunda dengan aneka atraksi liarmu. Menggelayuti jilbab dan baju Bunda sampai acak-acakan, memukul-mukul kaleng di dekat telinga Bunda, sampai-sampai Bunda harus merayumu setengah mati agar kau mau mengembalikan HP Bunda yang sejak tadi kau pinjam dengan paksa. Hhaah…
Ternyata itu belum seberapa. Puncak ‘perseteruan’ kita terjadi saat kau mengganggu temanmu. Bunda pun menasehatimu dan menyuruhmu meminta maaf kepada temanmu itu. Namun kau malah memberontak dan memukul Bunda, lalu secepat kilat berlari ke kamarmu.
Esoknya, Bunda pikir kau akan minta maaf pada Bunda. Namun jauh panggang dari api, kau malah makin semangat saja mengobarkan api permusuhan pada Bunda. Tak terhitung berapa kali kau olok-olok Bunda, bahkan sempat hendak kau siram Bunda dengan air dari selang. Masya Alloh, Bunda tidak tahu apa yang harus Bunda katakan padamu…
Awalnya Bunda mendiamkanmu, Bunda tak menyapamu serta bersikap acuh terhadapmu. Bunda pikir, dengan begitu kau akan jadi merasa bersalah dan terdorong untuk meminta maaf. Amboi, tinggi sekali harapan Bunda, padahal tingkahmu justru makin menjadi-jadi.
Penasaran denganmu, Bunda pun menanyakan perihal tentangmu pada pengasuh yang terdahulu. Alangkah kagetnya Bunda, ternyata menurut pengasuh tersebut kau memang tipe pendendam yang amat susah ‘berdamai’ dengan orang yang pernah terlibat masalah denganmu. Pengasuh tersebut bahkan bercerita bahwa dulu ada seorang pengasuh yang tak sengaja mengatakan sesuatu yang melukai hatimu. Kau pun membenci pengasuh tersebut, hingga tak mau lagi berbicara dengannya, tak mau menyapanya, bahkan tak mau menerima apa pun yang diberikannya untukmu. Kalau ada yang menyebut-nyebut namanya di depanmu, tak segan kau memarahi orang itu. Masya Alloh, alangkah susahnya membuka hatimu untuk memaafkan orang lain Nak…
Belajar dari pengalaman tersebut, Bunda pun mulai memikirkan cara untuk ‘berdamai’ denganmu. Bunda tak ingin hubungan kita berakhir beku seperti hubunganmu dengan pengasuh tersebut. Meski awalnya engkau yang salah, tak masalah bila Bunda yang harus mengalah, asal hubungan kita bisa kembali normal, atau bahkan jadi makin dekat, sedekat sahabat…
Alhamdulillah, momen untuk ‘berdamai’ itu pun akhirnya tiba. Alloh yang mengaturnya untuk kita, pada suatu siang yang panas…
Di ujung gang Panti Asuhan kita meluncur sebuah sepeda yang dikendarai dengan kencang. Makin dekat ke arah Bunda, makin jelas terlihat, rupanya pengendara sepeda itu adalah kau. Entah kenapa, tiba-tiba sepedamu terlihat oleng, dan dalam sekejap engkau tersungkur di aspal jalan, tangan dan kakimu berdarah-darah. Segera Bunda berlari ke arahmu, membopong tubuh mungilmu lalu membaringkanmu di tempat tidur. Bunda basuh lukamu dengan air hangat lantas mengobatinya. Kau yang sedari tadi meringis kesakitan, tak pernah lepas menatap wajah Bunda, sejenak kemudian kau bertanya…
“Kenapa Bunda menolongku? Bukankah selama ini aku tak pernah bersikap baik kepada Bunda?”
Bunda tersenyum kecil sambil menatap bola matamu dalam-dalam, lantas Bunda jawab, “Karena Bunda tidak punya alasan untuk tidak bersikap baik pada anak-anak Bunda.”
Kau tampak terkesiap dengan jawaban Bunda, segurat sesal tergambar jelas di wajahmu, namun rupanya kau masih terlalu gengsi dan malu untuk meminta maaf. Tak apa, paling tidak, mulai saat ini kau tahu bahwa Bunda menyayangimu, dan telah memaafkanmu sebelum engkau sempat mengutarakan kata maaf pada Bunda.
Hari ini Bunda memintamu untuk beristirahat saja, tak usah beraktivitas macam-macam dulu. Esok Bunda memintamu untuk menemui Bunda setiap selesai makan siang, Bunda janji akan meminjamkan HP Bunda padamu.
Esok dan esoknya kita jadi rutin mengobrol sambil menemanimu mengutak-atik HP. Mula-mula Bunda hanya mengobrol ringan saja denganmu, tentang hobby mu bermain futsal, tentang makanan kesukaanmu, juga tentang keluargamu yang tinggal di pulau garam. Hingga kita jadi dekat, sedekat sahabat. Setelah kita dekat, dan jadi akrab, perlahan-lahan Bunda sisipkan nilai-nilai positif dalam setiap obrolan kita. Tentang saling menyayangi, tentang berkata-kata lembut, tentang sikap saling menolong, dan lain sebagainya.
Sekarang barangkali belum terlihat jelas hasilnya. Namun lama kelamaan Bunda yakin kau akan berubah menjadi lebih baik. Memang harus gigih jika ingin menjebol karang keras seperti dirimu. Barangkali butuh waktu yang tidak sebentar, energi yang tidak sedikit, juga kesabaran yang tak putus-putus untuk mendidikmu agar menjadi pribadi yang sholih. Bunda pun selalu berdoa kepada Alloh agar senantiasa melimpahimu dengan hidayah dan rahmat-Nya. Aamiin…
Hani Fatma Yuniar (www.nurulhayat.org)

0 komentar:

Posting Komentar