Hobi Belanja Tanpa Tekor

Hobi Belanja Tanpa Tekor



Anda mungkin sering mendengarkan celotehan teman-teman anda misalnya begini, “Waduuhhh, nyeselnya aku beli barang ini. Saya sebenarnya sudah punya tetapi jarang aku manfaatkan. Tadi aku beli karena ngiler aja melihat barangnya.” Itulah sekelumit penyesalan yang sering dikatakan oleh orang yang senang berbelanja.
Penyesalan, memang seringkali datangnya terlambat. Demikian juga dengan kegemaran membeli barang atau hobi belanja (shopping) juga akan mendatangkan penyesalan di kemudian hari. Sebab banyak masalah besar biasanya selalu bermula dari masalah keuangan.
Orang yang selalu defisit keuangannya akibat kebiasaan belanja yang berlebihan, bila masih memiliki simpanan (tabungan) dapat dipastikan lama-kelamaan tabungan tersebut akan menipis kemudian habis. Dan bila simpanan sudah habis, orang yang selalu defisit keuangannya tersebut kemudian akan menjual harta benda yang ia miliki. Dan apabila harta benda yang ia miliki sudah habis pula, ia lalu akan mencoba hutang kesana kemari. Gali lubang tutup lubang sehingga akhirnya ia akan dikejar-kejar debt collector alias penagih hutang.
Belanja bagi orang-orang tertentu saat ini memang sudah menjadi semacam hobi. Tidak peduli apakah dia punya uang atau tidak yang penting pergi ke mall-mall dan asyik berbelanja. Hal itu bisa terjadi karena adanya kartu kredit yang bisa digesek-gesek atau memaksakan diri untuk ngutang. Hobi belanja ini terjadi bisa karena sifat dasar seseorang yang memang suka belanja, atau karena godaan konsumerisme.
Saat ini iklan bertebaran dimana mana. Iklan selalu memborbardir dengan rayuan yang membujuk kita dan anak-anak untuk mengikuti keinginan pemasang iklan. Dengan adanya iklan, barang-barang yang seharusnya tidak dibeli, terasa menjadi amat penting dihadapan kita. Sehingga mengakibatkan kita merasa harus membeli barang tersebut.
Selain itu biasanya hobi berbelanja itu disebabkan karena dorongan impulsif atau belanja tanpa perencanaan. Keinginan membeli sesuatu yang sesungguhnya tidak dalam perencanaan kita itu bisa timbul karena adanya diskon, obral, penempatan produk yang menarik atau voucher belanja.
Biasanya pula seseorang yang ‘gila’ belanja itu baru sadar setelah ia berpikir rasional. Atau dia sadar karena melihat sederetan baju yang tidak dipakai. Sepatu yang bertumpuk di rak, atau setumpuk peralatan dapur yang belum dipakai.
Sekarang pertanyaan besarnya adalah bagaimana cara menyiasati keuangan kita agar hobi belanja tersebut tidak membuat tekor kondisi keuang anda?
Pertama, buatlah perencanaan keuangan dengan baik. Lakukan pembagian uang anda sesuai pos-pos pengeluaran. Bahkan kalau perlu, anda bisa memasukkan uang tersebut ke dalam beberapa amplop (sesuai jumlah pos pengeluaran). Misalnya, amplop satu untuk uang listrik. Amplop kedua untuk biaya sekolah. Amplop ketiga berisi uang belanja dapur, dan seterusnya.
Dalam membuat pos-pos pengeluaran tersebut, anda harus memperhatikan prinsip, pentingkan untuk menabung terlebih dahulu baru sisanya untuk ‘berhura-hura’. “Bayarlah dirimu lebih dulu”. Demikian prinsip utama dalam pengelolaan keuangan. Karena itu utamakan lebih dulu pengeluaran uang untuk menabung dan investasi serta membeli aset produktif. Bukan sebaliknya, menabung dari sisa pengeluaran.
Bila menabung merupakan sisa dari pengeluaran, maka yang sering terjadi, orang tidak akan pernah menabung. Kalau pun menabung, nilainya tidak signifikan (kecil sekali). Besarnya menabung ini, minimal 10% dari penghasilan anda. Berapapun penghasilan anda, harus menyisihkan untuk tabungan dan investasi. Peganglah kuat-kuat prinsip “Bayarlah diri kita lebih dulu” tadi.
Jika kita fikir masak-masak sebenarnya tanpa kita sadari, selama ini kita selalu membayar orang atau pihak lain terlebih dahulu. Simak saja pajak penghasilan, kartu kredit, telkom, listrik dan sebagainya selalu kita bayar tepat waktu setelah kita mendapatkan gaji. Kenapa kita tidak sisihkan lebih dulu untuk diri kita misalnya untuk tabungan dulu, selanjutnya sisanya untuk keperluan lain?
Bahkan saking patuhnya kita mendahulukan bayaran-bayaran rekening tersebut, sampai kita tidak menyadari bahwa sebenarnya kita telah menjadi ‘office boy’  atau pekerja bagi perusahaan tersebut. Konsep membayar diri lebih dulu bukan berarti kita tidak mau membayar semua tagihan tersebut, tetapi kita lebih mengutamakan uang tabungan untuk investasi dan sisanya baru untuk keperluan hidup. Jadi jangan membalik pola fikir dengan cara kita baru menyisihkan uang tabungan jika ada sisa dari penghasilan yang kita dapatkan.
Selanjutnya yang saya maksudkan dengan setelah menabung dan membagi-bagi pos pengeluaran kemudian baru bisa ”berhura-hura” adalah, anda bisa menghabiskan uang yang anda sediakan itu, sesuai pos yang ada. Termasuk pos untuk menyalurkan hobi belanja anda.
Kedua, anda harus mampu membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Prioritaskan pada kebutuhan, bukan prioritas keinginan. Kebutuhan adalah sesuatu yang harus dipenuhi, seperti makan, susu anak, biaya sekolah, dan transportasi untuk kerja, serta sejenisnya. Sedangkan keinginan merupakan sesuatu yang anda inginkan, tetapi keinginan itu tidak harus dipenuhi karena belum tentu merupakan kebutuhan.
Misalnya anda ingin ganti motor baru, padahal anda sudah punya motor meskipun bekas. Keinginan anda adalah motor baru dan ini tidak harus dipenuhi karena untuk memenuhi kebutuhan akan alat transportasi anda sudah memiliki motor meskipun itu tidak baru. Contoh lainnya, anda sudah memiliki sepatu kerja sebanyak 3 buah dan masih bagus. Karena melihat pajangan indah di toko sepatu, anda jadi ngiler  ingin membeli lagi. Padahal, sesungguhnya saat itu anda tidak perlu sepatu baru.
Ketiga, harus memiliki jurus ampuh untuk menolak pembelian yang disebabkan karena nafsu (impuls buying). Bila anda sedang jalan-jalan di mall atau sedang ada tawaran iklan yang sangat menarik seperti diskon, seringkali anda tergoda untuk membelinya. Nah, saat itulah anda harus menggunakan jurus ampuh yang anda miliki. Misalnya, bila kondisi itu terjadi (sangat ingin membeli), sementara anda tidak membutuhkan barang itu, maka anda bisa gunakan mantra untuk komat-kamit misalnya  “Tidak mati, kalau tidak beli”, “Huh, gak pathek’en kalau gak beli”, dan komat-kamit sejenisnya. Atau cara-cara lain yang lebih baik yang mampu mencegah belanja berlebihan.
Keempat, alihkan hobi belanja pada barang-barang produktif. Jika selama ini anda hobi menghabiskan uang untuk shopping barang konsumtif, maka hobby tersebut harus diubah menjadi hobi shopping  untuk produk-produk investasi (asset alocation) yang memberikan nilai tambah atau penghasilan. Misalnya saja, bila anda selama ini hobi gonta-ganti mobil, maka hobi gonta-ganti mobil itu bisa anda manfaatkan untuk menambah penghasilan dengan menyewakan mobil yang anda miliki. Anda hobi gonta-ganti HP, anda bisa manfaatkan hobi tersebut untuk sambilan jual-beli HP. Anda mungkin suka dengan perhiasan, maka anda bisa membeli perhiasan emas sebagai hiasan dan investasi. Silahkan cari cara-cara lain yang tetap dapat menyalurkan hobi belanja, tapi tetap menguntungkan.
Semoga bermanfaat.
www.nurulhayat.org

0 komentar:

Posting Komentar