Ungkapkan Cinta



Ungkapkan Cinta



Bagi para suami, mengungkapkan cinta kepada istri lewat sikap dan perilaku, adalah perkara amat ringan dan pastinya sudah setiap saat dilakukan. Semua tindak-tanduknya, semisal bekerja keras di kantor untuk mencari nafkah, tentu adalah bagian bentuk rasa cinta seorang suami pada istrinya.
Hanya saja tidak sedikit, para suami khususnya, yang bersedia mengungkapkan perasaan cintanya secara langsung lewat lisan. Hal yang terlihat gampang ini justru menjadi amat susah dilakukan oleh mereka.
Bila kata itu jarang didengar oleh Istri, bukan karena mereka tak mencintai istrinya atau bukan karena mereka tak punya keinginan mengungkapkannya. Sering tidaknya kalimat-kalimat cinta itu meluncur dari suami bukanlah menjadi ukuran besar kecilnya rasa cinta di hati suami. Sama sekali tak ada hubungannya. Urusan bukti cinta itu tetap dilihat dari sikap dan perilakunya sebagai suami.
Karenanya di awal pembahasan ini, penulis katakan, bahwa tema mengungkapkan cinta ini bukan untuk memberi ukuran terhadap cintanya suami. Melainkan sekedar agar hadir warna tersendiri dalam hubungan suami istri.
Sebagian besar pria, kata John Gray Phd dalam buku “Why Mars & Venus Collide”, cenderung melupakan kebutuhan wanita akan perasaan, dan sebaliknya wanita cenderung suka mengingat-ingat kesalahan pria. Dan itu, menurutnya, bukan berarti mereka tidak saling cinta.
Begitulah kecenderungan pria, lebih bersikap simpel, menyederhanakan, dan tak membesar-besarkan sesuatu dalam setiap urusannya. Bagi mereka yang penting sudah melakukan dan menunjukkan lewat sikap yang bertangungjawab. Selesai!. Gitu aja masak harus ngomong, katanya.
Sebagian besar juga, para suami dihinggapi rasa malu untuk mengucapkan secara langsung perasaan cintanya kepada istri. Lebih baik dan lebih mudah membelikan hadiah daripada mengucapkan cinta secara lisan kepada istri. Mulut seperti kaku. Seperti cerita seorang istri berikut yang menyampaikan bahwa suaminya sepertinya malu untuk mengungkapkan rasa cinta padahal dirinya sangat merindukan ungkapan itu.
Suamiku orangnya baik, akhlaknya mulia dan aku tahu ia begitu bertanggungjawab kepadaku, namun ia tak pernah mengungkapkan perasaan cinta dan sayangnya kepadaku. Ketika aku tanya, ia berkata bahwa ia tak tahu bagaimana cara mengungkapkan perasaannya. Terkadang dia malu-malu untuk mengungkapkannya padaku padahal aku sudah sering mencontohkannya (dicuplik dari buku : fii baitina musykilat).
Cerita si wanita ini, barangkali mewakili perasaan wanita-wanita lain. Bagi mereka, mendapatkan ungkapan cinta secara langsung, adalah bunyi paling merdu dan membuat hati jadi berbunga-bunga. Para wanita cenderung terdorong untuk mendekat, mengajukan pertanyaan dan membicarakan permasalahan, begitu kata John Gray. Masih ingat juga?, teori yang sering dipakai para mak comblang amatiran ketika memberikan tips pada kliennya, “pria itu jatuh hati pada pandangan pertama, sedangkan wanita jatuh hati pada pendengaran pertama, kalau pria dari mata turun ke hati kalau wanita dari telinga turun ke hati!”. Begitulah, mendengar sesuatu yang indah menjadi begitu penting bagi mereka.
Nabi SAW: “Pergilah dan katakan Cinta Padanya”
Suatu ketika di dalam majelis Rosululloh, seorang sahabat berkata kepada nabi, “ya Rosul, aku sungguh mencintainya”. Dia menunjuk seorang sahabat lain di kejauhan yang sedang sibuk dengan urusannya. Rosululloh bertanya, “apakah engkau sudah mengatakannya bahwa kamu mencintainya?”. Ia menjawab “belum”.

Lantas Rosululloh bersabda, “pergilah dan katakan kepadanya (bahwa kamu mencintainya)”
Ada hati yang dibahagiakan ketika ucapan cinta terhadiahkan untuknya. Hal-hal kecil semacam mengungkapkan rasa cinta kepada sahabat, nabi melihatnya sebagai sesuatu yang besar. Sebuah ucapan yang dapat menguatkan tali persaudaraan, jalan mengikis kesalahpahaman dan ruang untuk menguatkan kembali jiwa-jiwa yang mengalami kekosongan.
Suatu ketika Rosululloh bersabda pula, “jika salah seorang dari kalian mencintai saudaranya maka katakan padanya bahwa ia mencintainya” (HR. Abu Daud)

Maka bahasakanlah perasaan cinta kita kepada siapapun yang kita benar-benar mencintainya. Di zaman nabi, saling mengungkapkan cinta antar sahabat adalah hal yang dianjurkan dan lazim dilakukan. Mungkin untuk saat ini kalau kalimat “saya mencintai anda”, ambigu kedengarannya. Sebab, merajalelanya fenomena “kaum Luth” yang menyukai sesama jenis, membuat kata-kata itu menjadi “sensitif” dan membuat semua orang menjadi serba curiga. Ungkapan boleh beda, tapi substansi tetap sama, maka bisa kita ganti dengan misalkan “saya mencintaimu karena Alloh”, “saya senang bertemu dengan anda”, “saya menyukai pribadi anda” dan lain sebagainya.
Buatlah ungkapan cinta itu setulus mungkin, sebagaimana sahabat nabi, cinta karena Alloh ta’ala. Cinta yang dilahirkan oleh kondisi senasib seperjuangan, berjihad di jalan Alloh. Cinta karena kagum dan ingin meniru akhlak saudaranya. Cinta karena empati dan ingin memberikan pertolongan.
Bukan ungkapan cinta palsu, yang sebenarnya tidak tulus dipersembahkan kepada orang lain. Yaitu sekedar untuk membangun citra dirinya agar dipuji, di terimakasihi, atau dianggap orang baik hati. Biasanya setelah ikut seminar atau training-traning relationship, sebagian orang berubah menjadi tukang memuji dan mengapresiasi. Tapi sayang, bila niat keliru dan hanya sanjungan palsu, maka pasir lebih layak untuk ditaburkan kepadanya.
Rosululloh menganjurkan mengungkapkan cinta kepada orang lain yang kita kagum padanya. Itu orang lain, bagaimana pula dengan istri, orang yang memang benar-benar kita cintai?. Belajarlah dari nabi, bagaimana beliau membuat Aisyah sang istri bermerah muka dan salah tingkah ketika di hadapannya, nabi menyebutnya sebagai manusia yang paling dicintai, “Manusia yang paling aku cintai adalah Aisyah (Shahih Al-Jami’)
Huff, terbayangkah oleh kita perasaan hati Aisyah waktu itu?. Susah menjelaskan. Tapi bila ingin tahu, ingat-ingatlah ketika suami mengungkapkan kalimat sebagaimana kalimat nabi itu kepada kita. Ehem, tapi kalau belum pernah, tak usah dipaksa-paksa ngomong begitu, ya. Sebab kalau terpaksa hasilnya nanti berbeda.

LEBIH DARI TANGGUNGJAWAB
Wanita cenderung menginginkan suaminya bersikap baik lebih dari sekedar didorong oleh perasaan bertanggungjawab. Setiap perhatian yang diberikan, menurut mereka, mestinya didorong oleh naluri rasa cinta dan menyayangi. Benar juga, bertanggungjawab belum tentu diiringi dengan cinta. Tapi bila sudah cinta, mesti bertanggungjawab.
Karenanya, untuk memberi kejelasan terhadap sikap suami, walaupun yang dilakukan suami sudah baik sekalipun, ada saat-saat dimana istri ingin mendapatkan pernyataan langsung darinya. Bukan untuk mendapat kejelasan terhadap kesetian, bukan. Karena mereka juga tahu bahwa lidah tak bertulang, maka perilakulah yang cukup dijadikan acuan. Kebutuhan untuk diperdengarkan ungkapan cinta itu lebih dekat pada semacam keinginan diapresiasi,  sanjungan dan dinomorsatukan.
Pada suatu keadaan muncul pertanyaan-pertanyaan. Latar belakang perhatian suami apakah karena dorongan cinta atau sekedar tanggungjawab, antara sekedar menjalankan doktrin sosial dan agama secara hambar atau benar-benar tumbuh rasa kasih sayang, antara melibatkan hati atau tidak melibatkan hati. Hal-hal yang tak bisa diukur memang, tapi di hati kecil istri ingin memastikan itu.
Maka dengan mengungkapkan cinta, ada ketentraman yang tiba-tiba menelisik di dalam hati. Mengingatkan masa-masa awal pernikahan yang kalimat-kalimat seperti itu amat sering diucapkan. Percayalah, mungkin sebuah kalimat nasehat yang diucapkan berulang-ulang lama-kelamaan menjadi membosankan, tapi beda dengan kalimat cinta, ibarat menyirami tanaman, makin sering disirami makin suburlah tanaman itu. Wallohu ‘Alam bisshowab
KAPAN PALING TEPAT ?
Ada waktu-waktu efektif ketika kita mengungkapkan cinta kepada pasangan. Mengucapkannya di waktu yang tepat akan memeliki daya gugah yang besar. Berikut ini salah satunya :
1.Ketika dalam perjalanan jauh
Ketika suami sedang berada di luar kota dan istri tinggal di rumah saja, maka inilah waktu yang sangat tepat untuk mengungkapkan rasa cinta. Biasanya ungkapan cinta lewat short message (sms) lebih menggugah daripada telepon biasa.
Biasanya lewat rajutan kata-kata tertulis, suami yang tak romantis pun, bisa menjadi penyastra handal yang hebat menguraikan kata-kata mutiara. Komunikasi cinta jarak jauh ini amat berharga yang menunjukkan perhatian besar kita kepadanya. Ehem, komunikasi cinta ini juga untuk memastikan kepada istri bahwa anda nun jauh disana tetap menjadi manusia beriman dan “baik-baik saja”.
2.Setelah terjadi perselisihan
Ketika perselisihan sudah reda, dan masing-masing bisa terbuka untuk meminta maaf atau dimintai maaf, maka sebagai obat dari luka, ungkapkanlah rasa cinta. Barangkali ungkapan cinta itu akan meredakan kemarahan-kemarahan yang masih tersisa. Juga untuk memastikan kepad pasangan, bahwa perselisihan itu tak berpengaruh apa-apa terhadap cinta dan kesetiaannya.

3.Saat akan bersenggama.
Di sisi lain sekali lagi, seorang istri juga harus bisa memahami bila suami adalah seorang yang pemalu atau susah mengungkapkan kata-kata cinta. Ketahuilah, tak ada yang berkurang dari cinta mereka. Sungguh, sikap tanggungjawab, perhatian, lemah lembut, berakhlak mulia, taat beribadah, adalah lebih “berbicara” dari sekedar kata-kata cinta. Semoga Alloh merahmati kita dan menjadikan keluarga kita sebagai keluarga barokah. Dunia dan akhirat. Allohumma Amiin…
www.nurulhayat.org

0 komentar:

Posting Komentar